Senin, 05 Mei 2014

Yoiko no Mikata (episode 1)


Bicara tentang cita-cita masa kecil, ada beberapa profesi yang populer terlontar dari sebagian besar celoteh anak-anak. Kadang cita-cita itu berubah-ubah seiring waktu. Namun tidak demikian halnya dengan cita-cita masa kecil Suzuki Taiyo, tokoh utama dalam drama Jepang Yoiko no Mikata (Pre-School Guy/Ally of Good Children). Saat teman-temannya yang lain ditanya cita-citanya jika sudah besar ingin jadi apa, mereka yang perempuan menjawab ingin menjadi suster, florist, atau balerina. Mereka yang laki-laki ingin jadi polisi, pemadam kebakaran, atlet olah raga, atau pilot. Sebagai anak laki-laki, Taiyo punya cita-cita yang berbeda. Ia ingin menjadi guru TK. Taiyo sangat tersentuh & terinspirasi oleh gurunya di Taman Kanak-kanak, Ojiichan Sensei, seorang lelaki tua yang sangat dihormatinya. Hingga beranjak dewasa, menjadi guru TK tetap menjadi impian yang terus Taiyo perjuangkan. Janji masa kecil yang diucapkannya kepada Ojiichan Sensei untuk menjadi guru yang baik seperti dirinya terus digenggamnya untuk dipenuhi sepenuh hati.

Episode pertama Yoiko no Mikata bercerita mengenai awal mula Taiyo menjemput mimpinya menjadi guru TK. Lulus ujian, Taiyo ditempatkan di TK Himawari sebagai pengganti guru yang cuti melahirkan. Taiyo yang berjiwa riang & menyukai anak-anak sangat antusias memasuki dunia yang nyatanya didominasi oleh perempuan itu. Hari pertama masuk TK Himawari, terjadi berbagai kehebohan hanya karena kenyataan bahwa Taiyo laki-laki. Guru-guru TK Himawari yang semuanya perempuan tak menyangka guru pengganti yang datang ternyata seorang laki-laki. Guru kepala tak setuju, orang tua murid khawatir, anak-anak juga merespon negatif. Baru Taiyo menyadari, sebagai laki-laki, tak mudah mendapatkan kepercayaan menjadi guru TK. Sebuah profesi yang notabene identik dengan "keibuan".

Ujian yang dihadapi Taiyo tak berhenti sampai di situ. Ia menjadi bulan-bulanan guru-guru perempuan di sana. Bukannya mengajar & bermain bersama anak-anak, Taiyo malah disuruh-suruh mengerjakan ini-itu sepanjang hari. Mulai dari mencuci celana & seprai anak-anak, membereskan kursi-kursi, membetulkan lampu, dan seterusnya. Satu lagi yang disadarinya: guru-guru perempuan itu benar-benar berubah 180 derajat antara ketika mereka menghadapi dengan tidak menghadapi anak-anak. Dari lembut & keibuan menjadi kebalikannya.

Di antara anak-anak kelas Mawar yang ditangani Taiyo bersama Minako Sensei, Taiyo menemukan seorang anak penyendiri bernama Kenta. Taiyo tergerak untuk mendekati & membantu Kenta percaya diri. Ketika anak-anak kelasnya bermain di luar, Taiyo membantu & menyemangati Kenta yang tak percaya diri untuk dapat memanjat seperti teman-temannya yang lain. Dan Kenta akhirnya berhasil. Namun saat itulah terjadi kecelakaan. Kenta terjatuh. Terjadi kesalahpahaman di antara orang tua murid. Hal ini kemudian menjadi masalah kritis untuk karir Taiyo. Ia terancam dipecat. Malam sebelum keputusan, Taiyo mengunjungi Ojiichan Sensei yang terbaring di rumah sakit. Dari kunjungan itu, ia mendapatkan nasehat & suntikan motivasi akan situasi yang dihadapinya. Merasa belum melakukan apa-apa untuk anak-anak, Taiyo tergerak melakukan sesuatu yang ia bisa untuk dipersembahkan kepada mereka sebelum meninggalkan Himawari.
***


Yoiko no Mikata (2003) adalah drama seri Jepang yang berkisah tentang perjuangan seorang laki-laki memenuhi mimpinya menjadi guru TK. Sangat menarik, ketika umumnya profesi ini digeluti oleh perempuan. Drama ini mengangkat perspektif lain dari stigma yang cenderung melekat di benak masyarakat umum bahwa dunia anak-anak hanya cocok digeluti oleh kaum hawa yang keibuan. Laki-laki menjadi guru TK dipandang aneh di mata masyarakat. Tak mengherankan, melihat kenyataan umumnya dalam kebanyakan keluarga, sosok ibu senantiasa secara alami dekat dengan anak-anak. Sementara sosok ayah, tidak demikian halnya. Entah itu karena kesibukan mencari nafkah atau alasan lainnya, sosok ayah cenderung berjarak dengan anak-anak. Padahal, jika ini tentang anak-anak, semestinya tak hanya sosok "keibuan" yang diperlukan untuk mendidik & berinteraksi dengan mereka. Sosok "kebapakkan" tak kalah pentingnya. Drama Yoiko no Mikata seolah mengajak kita untuk merenungkan kembali hal-hal yang biasanya luput mengenai pendidikan anak-anak.

Ada banyak hal menarik yang dapat disoroti dari kisah ini. Misalnya, tentang ketakpercayaan para orang tua menyerahkan anak-anaknya dalam pengasuhan & didikan laki-laki. Mereka khawatir jika anak-anaknya diajari berkata & bersikap kasar, atau melakukan sesuatu yang berbahaya. Padahal, terlepas dari karakter laki-laki yang berbeda dengan perempuan, persoalan akhlak adalah sesuatu yang universal. Bicara pendidikan anak-anak (terutama ketika mind set-nya adalah pendidikan dalam Islam) adalah bicara akhlak. Mendidik anak dengan kasih sayang juga bukanlah monopoli kaum hawa. Perlu kiranya digarisbawahi, bahwa perlakuan kasih sayang tidak sama dengan sekadar memanjakan.

Hal menarik lainnya yang ditampilkan pada drama ini misalnya tentang guru-guru perempuannya, yang digambarkan sangat "profesional" sebagai guru TK. Profesional dalam tanda kutip, sikapnya antara saat menghadapi anak-anak & tidak berbeda 180 derajat. Menghadapi anak-anak, mereka lembut, keibuan, & hati-hati. Di luar itu, mereka memperlakukan Taiyo, guru laki-laki baru itu, dengan buruk. Hm, bisakah akhlak direkayasa seperti itu? Tentu tidak. Itu hanya sesuatu yang disebut pencitraan, atau acting :D. Sementara itu, bagi Taiyo, menjadi guru TK adalah profesi impian yang ingin dilakukannya dengan tulus sepenuh hati. Jadilah ketulusan ini menjadi kekuatan Taiyo dalam menjalani profesi ini. Bertemunya "profesionalisme" guru-guru perempuan TK Himawari vs ketulusan Taiyo menghadirkan perspektif lain dari pandangan kebanyakan mengenai pendidikan anak-anak yang perlu ditinjau itu.
         

10 komentar:

  1. Hi, salam kenal. Salut ya salam guru TK, mereka adalah orang tersabar di dunia, secara anak-anak yang dihadapi kan banyak banget :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga, Mbak. Hehe, saya juga salut sama mereka. Kalau aku di posisi itu belum kebayang, heuheu...
      Apalagi kalau guru TKnya cowok, kayak yg di drama ini :D

      Hapus
  2. Iya, bagus deh reviewnya. Yuk tonton episode selanjutnya ;)

    BalasHapus
  3. aku juga suka banget sama drama jepang, ada lagi dink korea juga suka.. :) salam knal mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Samaa, Mak Susan... Ih, salam kenal juga... Padahal aku udah sok kenal lho Mak... Pasti gak ngeh kalau ini blog keduanya Euisry Noor :D

      Hapus
  4. haiii... podoo aku jg sukaakk dramaaaaaa aaaaa :))

    BalasHapus
  5. review bu euis bagus (saya..suka..saya suka-tiru susanti di ipin-upin ^^). masih bnyak drama jepang yang membahas pendidikan disana yg g kalah bagus dengan ini..^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, ada Bu Risci juga, mu liat blognya ah... :D. Sini minta dong koleksi drama jepangnya.... heuheu :)

      Hapus